![]() |
Pelajar UPT SMP Negeri 4 Sibulue terlihat antusias mengembangkan keterampilan dalam mengolah dan menganyam bambu hingga menghasilkan karya lokal Wala Suji. |
RAKYATSATU.COM, BONE - Puluhan pelajar kelas VII dan VIII UPT SMP Negeri 4 Sibulue, Kabupaten Bone, mengikuti kegiatan pembelajaran bertema *kearifan lokal* dengan fokus pada pembuatan Wala Suji, salah satu simbol adat Bugis yang sarat makna.
Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) semester genap tahun ajaran 2024/2025. Kepala UPT SMP Negeri 4 Sibulue, Masrudi, S.Pd, mengatakan program ini bertujuan membentuk karakter siswa melalui pengenalan budaya lokal yang dikemas secara kreatif.
“Dalam setahun, ada tiga tema yang diangkat. Salah satunya adalah kearifan lokal, dan tahun ini kami memilih Wala Suji karena kuatnya nilai filosofis dan budaya di dalamnya,” kata Masrudi, Kamis, 8 Mei 2025.
Ia menjelaskan bahwa Wala Suji lazim dijumpai dalam upacara adat Bugis, terutama pernikahan. Gerbang berbahan bambu ini menjadi simbol status sosial, kesucian, dan pelindung spiritual. “Wala Suji mencerminkan nilai luhur masyarakat Bugis, dari kalangan biasa hingga bangsawan,” tambahnya.
Koordinator P5, Ansar, S.Pd, menyebut sebelum membuat karya, siswa terlebih dahulu memahami sejarah dan makna filosofis Wala Suji. “Anak-anak belajar tidak hanya membuat, tapi juga memahami maknanya sebagai simbol kehormatan, keteraturan, dan spiritualitas,” ujarnya.
Para pelajar kemudian dibagi dalam kelompok kecil untuk merancang dan menganyam Wala Suji dari bambu menggunakan alat sederhana seperti pisau, serutan, hingga tali rotan. Mereka diajak menggambar sketsa, mempelajari teknik membelah dan mengikat bambu hingga Wala Suji selesai dan siap dipamerkan.
Puncaknya, hasil karya siswa dipresentasikan dalam sebuah pameran mini antar kelompok di lingkungan sekolah. Dari kegiatan ini, siswa diharapkan tak hanya terampil secara teknis, tetapi juga memahami nilai gotong royong, kemandirian, dan kecintaan terhadap budaya lokal.
“Ini bukan sekadar belajar menganyam bambu. Mereka belajar menjaga warisan budaya,” pungkas Ansar. (Ikhlas/Sugi)