RAKYATSATU.COM, MAROS - Sekitar 1.700 hektare sawah di Kabupaten Maros hilang dari peta pertanian dalam enam tahun terakhir. Angka itu muncul setelah pembaruan Land Base System (LBS) yang dirilis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN pada 2024.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian Maros, Jamaluddin, mengatakan perubahan luasan lahan terlihat setelah sinkronisasi antara citra satelit dan kondisi lapangan. Pada 2019, luas sawah Maros tercatat 26.205 hektare.
Setelah pemutakhiran pada 2024, tersisa 25.276 hektare. “Berarti sekitar 1.700 hektare beralih fungsi,” ujar Jamaluddin usai rapat konsultasi publik penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Ruang Kerja Bupati.
Menurut dia, sejumlah sawah terbaca keliru oleh sistem satelit. Ada lahan non-sawah terdeteksi sebagai sawah, begitu pula sebaliknya. Pembaruan data ini dilakukan untuk memastikan penetapan LP2B sesuai dengan fakta di lapangan.
Alih fungsi terbesar terjadi di kawasan dengan perkembangan pesat. Moncongloe berubah menjadi kawasan perumahan dalam lingkup Maminasata. Di Marusu tumbuh kawasan industri, sementara Mandai dan Turikale berkembang sebagai kota satelit. Sejumlah sawah juga terdampak pembangunan jalur kereta api.
Jamaluddin menegaskan, lahan yang masuk LP2B tidak boleh lagi dialihfungsikan. “Setelah ditetapkan, pelanggaran berkonsekuensi hukum. Kami berhati-hati, pembahasannya sudah empat bulan,” katanya.
Wakil Bupati Maros, Muetazim Mansyur, menyebut pemerintah daerah menetapkan 19.163 hektare sebagai LP2B. “Ini lahan yang harus dipertahankan. Tidak bisa dialihkan,” ucapnya.
Ia merinci kecamatan dengan cakupan LP2B terbesar: Bantimurung 3.305 hektare, Cenrana 2.509 hektare, dan Simbang 2.098 hektare. Banyaknya sawah yang kini menjadi perumahan, kata Muetazim, disebabkan lokasinya berada di luar LP2B.
“Kalau sudah masuk LP2B, izinnya otomatis tertolak oleh sistem OSS,” katanya.
Namun, beberapa sawah masih dapat dikeluarkan dari LP2B melalui kajian teknis, terutama lahan dengan produktivitas rendah, tanpa irigasi teknis, atau hanya berstatus IP 1. “Jika kajiannya mendukung, bisa dikeluarkan,” ujarnya. (Ikhlas/Arul)