
Gedung OCBC NISP/ Foto : Internet
RAKYATSATU.COM, MAKASSAR - Gugatan Perlawanan terhadap perbankan kembali terjadi. Kalo ini, gugatan dilakukan oleh BS, warga Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Bank yang digugat adalah OCBC NISP di Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Saat ini, sidang tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Makassar.
Penggugat diwakili oleh kuasa hukumnya, Mochtar Djuma SH MH MBA dan Prawidi Wisanggeni SH dari Kantor Hukum MJ dan Partner's.
Dalam keterangan persnya di Kota Makassar, Selasa, 22 September 2025, kuasa hukum BS, Mochtar Djuma dan Prawidi Wisanggeni, menjelaskan berbagai persoalan sehingga gugatan dilayangkan.
Menurut Mochtar Djuma, kliennya menjadi korban tindakan sepihak Bank OCBC NISP atas kredit macet kliennya. Soalnya, jumlah tagihan atas kliennya sudah diluar dari nalar manusia.
Menurut Mochtar Djuma, jumlah kredit yang diterima kliennya hanya sebesar Rp5,6 miliar lebih. Akibat kredit macet, aset yang menjadi jaminan kliennya di Bank OCBC NISP, susah dilelang. Namun, nilai lelang sangat rendah hanya sekitar Rp2 miliar lebih. Padahal nilai taksasi mencapai 15 miliar lebih.
"Anehnya, nilai kreditnya hanya Rp5,6 miliar, jaminan sudah dilelang semua, tapi Bank OCBC masih menagih lagi klien saya sebesar Rp13 miliar lebih. Logika apa yang dipakai pihak bank ini," katanya.
Mochtar Djuma pun menjelaskan kronologisnya. Sejak tahun 2016, kliennya ditawari kredit oleh OCBC Makassar. Namun, jumlah dana yang cair tak sesuai dengan janji marketing OCBC.
Dalam perjalanannya, terjadi pandemi covid 19, kliennya mengajukan beberapa kali restrukturisasi dengan meminta penurunan bunga pinjaman serta penghapusan bunga dan Denda.
Sesuai POJK No 40/POJK.03/2023, sektor perumahan merupakan salah satu sektor yang terdampak covid 19 dan layak diberikan restrukturisasi, serta terhadap nilai kredit di bawah Rp10 miliar harus memperoleh kemudahan restruk dari perbankan. Namun, kliennya tidak memperoleh kemudahan-kemudahan tersebut.
Menurut Mochtar Djuma didampingi Widi, kliennya sudah menyampaikan permohonan pada tanggal 9 April 2021 kepada Bank OCBC NISP perihal fasilitas KRK an BS. IE. Isi suratnya adalah mengajukan permohonan penarikan salah satu jaminan yang ada berupa kavling kosong SHM No 21223/Tanjung Merdeka an LS, Jl Danau Tanjung Bunga Selatan, Tanjung Merdeka, Makassar, Sulawesi Selatan, dikarenakan jaminan tersebut akan dijual serta Nilai Agunan yg dipersyatatkan melebihi Nilai Kredit, namun hal itu tidak mendapat respon atau tanggapan resmi dari Bank OCBC NISP Tbk.
Dijelaskan Mochtar Djuma, akhirnya terjadi kredit macet. Hal itu terjadi karena memang sektor usaha perumahan sangat terkena imbas oleh pandemi covid 19 sehingga terjadi gagal bayar. Namun dari pihak OCBC tidak menetapkan kliennya sebagai debitor macet, padahal telah memenuhi syarat atau kualifikasi.
Sesuai ketentuan tersebut, OCBC wajib mengeluarkan penetapan secara tertulis kepada kliennya, jika kualitas kredit ditetapkan menjadi kredit macet, sebelum dilakukan AYDA (Agunan Yang diAlihkan) melalui lelang pada KPKNL Makassar, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh OCBC.
Fasilitas kredit yang telah memenuhi kriteria kredit macet, seharusnya terhadap bunga , denda, penalti dan biaya-biaya lainnya tidak boleh ditagihkan oleh OCBC dan haruslah dihapuskan, sehingga kewajiban kliennya dalam menyelesaikan atau melunasi kredit rekening koran kepada OCBC adalah hanya sebesar Rp7.100.462.273, sesuai surat tanggapan OCBC No 00162/ARM-EMB-Sj/NL/VI/2022 tanggal 16 Juni 2022.
Kemudian merujuk pada yurisprudensi MA RI No 2899K/Pdt/1994, tanggal 15 Februari 1994, menyatakan, Bank yang menyatakan secara tertulis kreditnya tersebut telah macet, maka secara yuridis pada saat itu segala sesuatunya harus dalam status quo, baik mengenai jumlah kredit yang macet tersebut maupun tentang jumlah bayarnya. Tidak dapat diberikan lagi penambahan atas bunga, terhadap jumlah kredit yang harus dinyatakan macet tersebut.
Saat ini, proses hukum tengah berjalan di Pengadilan Negeri Makassar dengan perkara No 351/Pdt.Bth/2025/PN.MKS.
Namun, faktanya sisa hutang kliennya yang dihitung oleh OCBC adalah sebesar Rp11.271.717.916. Sangat jelas dan nyata jika OCBC melakukan perbuatan sewenang-wenang dan tidak taat pada POJK dan ketentuan perundangan-undangan lainnya.
Prawidi menyampaikan "Besar Harapan kami kepada Menkeu Bapak Purbaya, agar Bank-Bank Swasta seperti ini dapat diawasi dan divaluasi izinnya. Terlebih lagi saat ini ada pelonggaran kebijakan fiskal, sehingga diharapkan pelaku-pelaku usaha dapat bekerja lebih progresif dan produktif.
Namun, jika Bank-Bank seperti ini masih bandel, imbasnya Pengusaha yang akan kena getahnya. [Ikhlas/Ahmad]