Dr. H. Sulthani, S.H., M.H., Pembina Institut Hukum Indonesia (IHI).
RAKYATSATU.COM, MAKASSAR - Kontroversi pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengenai rencana pengambilalihan tanah yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun oleh negara, terus menuai kecaman dari berbagai pihak.
Dalam klarifikasinya baru-baru ini, Nusron mengaku bahwa ucapannya hanya sebuah candaan. Ia menjelaskan, pernyataan tersebut merujuk pada tanah yang berstatus hak guna usaha (HGU) yang tidak lagi produktif, bukan tanah milik masyarakat umum.
Namun, permintaan maaf tersebut dinilai tidak cukup untuk meredam kegelisahan publik. Di sejumlah daerah, termasuk Kota Makassar, Sulawesi Selatan, desakan agar Nusron Wahid mundur dari jabatannya terus menguat.
“Meski sudah meminta maaf, rakyat sudah kehilangan kepercayaan terhadap kapasitas Nusron Wahid sebagai Menteri ATR/BPN. Seorang pejabat negara seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan sembrono yang justru menimbulkan keresahan sosial,” ujar Dr. H. Sulthani, S.H., M.H., Pembina Institut Hukum Indonesia (IHI), Rabu, 13 Agustus 2025.
Ia menilai pernyataan tersebut tidak mencerminkan pemahaman mendalam terhadap tugas pokok kementerian yang dipimpin Nusron. Bahkan, ia menduga pernyataan tersebut membuka peluang negosiasi baru dengan pemilik hak guna usaha yang lalai atau tidak mengelola tanah mereka secara produktif.
“Hemat kami, tidak ada manfaatnya bagi bangsa ini mempertahankan menteri yang kerap bicara tanpa dasar dan tidak memahami substansi pekerjaannya,” tambah Sulthani.
Pihaknya berharap Presiden RI, Prabowo Subianto, segera mengambil langkah tegas dengan mencopot Nusron Wahid dari jabatannya dan menggantikannya dengan sosok yang lebih kompeten serta komunikatif. (ikhlas/Amd)