RAKYATSATU.COM, BONE - Kapolres Bone, AKBP Sugeng Setio Budhi, S.I.K., M.Tr. Opsla, membantah adanya pemutihan dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba yang melibatkan dua oknum anggota kepolisian berinisial RBW dan RJL. Isu yang berkembang menyebutkan salah satu oknum hanya direhabilitasi tanpa proses hukum.
“Tidak ada pemutihan kasus di institusi ini. Proses hukum tetap berjalan sesuai koridor,” ujar Sugeng, Senin, 7 Juli 2025.
Kasus ini bermula dari penangkapan tersangka FTR di Jalan Pisang Baru. Dalam pemeriksaan, FTR mengaku memperoleh sabu seharga Rp150 ribu dari RBW. Keterangan itu kemudian menyeret RJL, yang disebut sebagai sumber barang haram tersebut.
Namun, RBW kemudian mencabut keterangannya soal asal sabu. Perubahan ini memicu spekulasi adanya upaya meringankan kasus dua oknum tersebut.
Sugeng justru mengapresiasi langkah internal Satuan Reserse Narkoba (Satnarkoba) yang mengungkap kasus ini. Ia menilai pengungkapan yang melibatkan anggota Polres sendiri sebagai bukti integritas satuan.
“Satnarkoba bekerja profesional tanpa pandang bulu, bahkan terhadap rekan sendiri,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari inisiatif penyelidikan anggota, bukan dari laporan formal.
“Ini menunjukkan integritas dan profesionalisme yang tinggi,” kata Sugeng lagi.
Sugeng menegaskan, siapa pun yang terbukti bersalah akan diproses hukum. Tidak ada toleransi terhadap pelanggaran, terutama narkoba.
Terkait pertanyaan mengapa hanya satu oknum diproses hukum, Sugeng menjelaskan bahwa RJL belum bisa dijerat pidana karena belum cukup bukti, meskipun telah direhabilitasi.
“Penyelidikan tetap berjalan,” katanya.
Sugeng menyebut, kedua oknum telah diperiksa secara intensif, dan indikasi keterlibatan masih perlu didalami.
Kasi Propam Polres Bone, AKP Muhammad Ali AR, S.H., menambahkan bahwa keduanya telah menjalani sidang kode etik sebelum ditangkap Satnarkoba.
“Hal ini menguatkan keputusan PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) yang kini masih dalam proses banding,” ujar Ali.
Ali mengungkap, keduanya beberapa kali dinyatakan positif saat tes urin oleh Propam Polda. RBW disidang pada 19 Juni, dan RJL pada 23 Juni 2025.
Putusan komisi etik menyatakan perbuatan keduanya sebagai tercela, dan menjatuhkan sanksi PTDH.
“Keduanya mengajukan banding ke Polda Sulsel. Jadi, sebelum ditangkap, mereka sudah disidang dan diputuskan PTDH, meski belum inkrah,” katanya.
Ali mengatakan total ada tujuh anggota yang telah disidang kode etik dengan putusan serupa, semuanya juga mengajukan banding.
“Ini bentuk ketegasan kami dalam memberantas narkoba,” tegas Ali.
Ia menambahkan bahwa keputusan akhir PTDH adalah kewenangan Kapolda, sementara Kapolres hanya mengusulkan berdasarkan putusan sidang etik.
Kasi Humas Polres Bone juga menanggapi beragam opini masyarakat. Menurutnya, keberanian mengungkap keterlibatan anggota sendiri semestinya diapresiasi, bukan dinilai negatif.
“Kalau ada yang memberikan tanggapan negatif, patut dipertanyakan etikanya. Karena ini justru menunjukkan kami tidak menutupi,” ujarnya.
Ia menekankan, kasus ini diungkap tanpa laporan, dan murni hasil tangkap tangan yang dikembangkan hingga menyeret dua oknum anggota.
“Kami rilis kasus ini sebagai wujud transparansi,” ujarnya. [Ikhlas/Sugi]
