![]() |
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, dan Ketua Institut Hukum Indonesia (IHI), Dr. H. Sulthani SH, MH, |
RAKYATSATU.COM, JAKARTA - Diskusi antara dua tokoh hukum nasional berlangsung ringan tapi sarat makna pada Ahad malam, 22 Juni 2025. Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, dan Ketua Institut Hukum Indonesia (IHI), Dr. H. Sulthani SH, MH, bertemu di kawasan Sentul City dan langsung larut dalam perbincangan seputar kondisi hukum dan penegakan keadilan di Indonesia.
Isu utama yang dibedah adalah draf revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah dibahas oleh Komisi III DPR RI. Keduanya menilai revisi KUHAP harus dikawal ketat dan dikritisi secara serius agar tidak menjadi alat kekuasaan baru yang menjebak aparat penegak hukum (APH) dalam kepentingan sempit.
“Kami membedah draf KUHAP, UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU Kehakiman, hingga UU Advokat. Semua perlu dilihat dari kacamata hak asasi manusia dan integritas penegakan hukum,” kata Sulthani.
Sugeng dan Sulthani sependapat: seluruh APH, mulai dari hakim, jaksa, polisi, hingga advokat, termasuk TNI dan ASN, perlu mendapatkan perhatian dari sisi kesejahteraan. Negara hukum, kata mereka, tidak boleh timpang dalam memperlakukan penegak hukum.
Advokat Tak Boleh Jadi Pelengkap Derita
Salah satu poin yang jadi sorotan adalah posisi advokat, terutama mereka yang tergabung dalam layanan Pos Bantuan Hukum (Posbakum). Menurut Sulthani, para pembela publik itu kerap terjebak dalam posisi lemah di ruang sidang.
“Jangan mau jadi pelengkap derita. Advokat harus punya keberanian berbeda pandangan dengan hakim dan jaksa jika demi membela klien. Negara sudah siapkan anggaran, jangan sampai dibungkam karena tak sejalan,” ujar Sulthani.
Keduanya mengingatkan bahwa Ketua Pengadilan tak boleh sewenang-wenang mencabut nota kesepahaman (MoU) hanya karena advokat bekerja optimal membela terdakwa. Menurut IPW dan IHI, advokat harus ditempatkan setara dengan penegak hukum lainnya.
Negara Tak Boleh Komersialisasi Penegakan Hukum
Diskusi berkembang ke ranah yang lebih luas: tentang bahaya menjadikan penegakan hukum sebagai komoditas ekonomi.
“Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua MA harus menginstruksikan jajarannya agar tidak menjadikan proses hukum sebagai ladang profit. Hukum harus berpihak pada keadilan, bukan cuan,” tegas Sugeng.
Mereka juga menitipkan harapan kepada Presiden Prabowo untuk membuktikan pidatonya soal keberpihakan hukum kepada rakyat. “Negara ini harus diselamatkan dari krisis moral dan nasionalisme. UU Partai Politik pun harus diamandemen agar partai tak jadi perusahaan,” kata Sulthani.
Diskusi malam itu ditutup dengan secangkir teh dan semangat yang belum padam. “Kami ini bicara karena cinta pada republik,” ujar Sugeng. Di tengah malam yang larut, perjuangan belum selesai. (Ikhlas/Amd)