Ketua DPRD Buton Tengah, Bobi Ertanto saat pimpin rapat di DPRD Kabupaten Buton Tengah. Foto. Dok. Muhammad |
RAKYATSATU.COM, BUTON TENGAH - Pemerintah Kabupaten Buton Tengah (Buteng) tengah mengidentifikasi objek pajak dan sumber retribusi daerah yang dinilai tak efisien lagi. Selain karena jumlahnya yang lumayan banyak yakni sampai 32 item, juga dianggap membebani masyarakat. Makanya, ada gagasan untuk mengurangi objek pungutan dengan konsep restrukturisasi dan penyederhanaan pajak daerah.
Tujuannya identifikasi salah satunya guna mendorong kepatuhan warga membayar pajak serta mendukung peningkatan pendapatan daerah. Gagasan ini bahkan sudah dituangkan dalam sebuah draft Peraturan Daerah (Perda) yang diusulkan untuk dibahas di DPRD setempat.
Usulan disampaikan disampaikan secara resmi Bupati Buton Tengah, Andi M Yusuf yang diwakili Asisten Pemerintahan dan Hukum, Ahmad Sabir, pada sidang paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buteng, Selasa, 31 Oktober 2023.
Dalam sambutannya di depan belasan pimpinan dan anggota DPRD Buteng, Ahmad Sabir mengatakan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, pemerintah pusat telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (HKPD).
Regulasi tersebut menghadirkan nuansa reformatif pada praktik pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Dimana pembagian sumber keuangan menganut asas pemisahan terhadap sumber keuangan, dimana objek yang dikenakan penarikan oleh pemerintah pusat tidak dapat dikenakan lagi oleh pemerintah daerah.
Ahmad Sabir menjelaskan, dalam Raperda pajak daerah dan retribusi daerah, penyederhanaan dilakukan dengan rasionalisasi jumlah retribusi. Dari 32 jenis objek retribusi direstrukturisasi menjadi tinggal 18 jenis pelayanan saja. Penyederhanaan itu dilakukan pada pungutan atas layanan publik yang pada dasarnya wajib disediakan pemerintah daerah kepada masyarakat, sehingga apabila tetap dipungut dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi (High cost ecenomy) bagi masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemungutan retribusi serta meminimalisasi biaya pemungutan dan kepatuhan.
Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan peraturan daerah yang mengatur tentang pengenaan pajak dan retribusi di suatu wilayah. Evaluasi terhadap raperda ini dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berdasarkan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) serta PP 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (KUPDRD). Evaluasi ini mencakup raperda yang telah dirampungkan oleh pemerintah daerah (pemda) sebelum dan setelah PP 35/2023 ditetapkan.
Suasana Rapat DPRD Buton Tengah. Foto : Muhammad |
Sebelum raperda ditetapkan, pemda harus menyampaikan raperda pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah disetujui bersama DPRD kepada Kemendagri dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk dievaluasi. Dengan diundangkannya PP 35/2023, seluruh pemda di Indonesia akan mengacu pada ketentuan tersebut saat menyusun peraturan daerah terkait pajak dan retribusi.
Perlu dicatat bahwa pajak dan retribusi daerah harus diatur dalam satu Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan Pasal 94 UU HKPD. Sebelumnya, Perda terkait pajak dan retribusi daerah disusun berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD2.
Jadi, Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memiliki peran penting dalam mengatur kebijakan keuangan daerah dan memastikan pemungutan pajak dan retribusi berjalan efisien dan sesuai peraturan.
Ketua DPRD Buteng, Bobi Ertanto mengatakan, usai diajukan oleh eksekutif, pihaknya akan segera menindaklanjuti Raperda pajak daerah dan retribusi daerah.
“Kami akan serahkan kepada fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangannya terhadap Raperda yang diajukan pihak eksekutif,” ungkap Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini. (ADV)
Muhammad