Iklan

Iklan

Tambang Batu Bara Lamuru Diselidiki Polda, Wartawan Harian Fajar Diancam

26 Oktober 2020, 7:54 PM WIB Last Updated 2020-10-26T13:00:07Z


RAKYATSATU.COM, BONE
- Keselamatan wartawan Harian FAJAR di Kabupaten Bone, Agung terancam. Hal itu disebabkan berita tambang batu bara di Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone.


Pasalnya, tambang batu bara yang dinilai janggal karena dikelola oleh bukan pemilik izin tambang batu bara tersebut, PT Pasir Walannae, justru efek dari pemberitaan tersebut berimbas ke wartawan Harian FAJAR.


Agung yang ditemui Senin (26/10/2020), mengakui kalau efek dari pemberitaan batu bara tersebut, ia diancam oleh oknum yang diduga penambang dan memiliki kepentingan di tambang batu bara yang kini sedang berproses di Polda Sulsel.


"Itulah efek deng, sudah resiko profesi," ujar Agung dengan singkat, Senin (26/10/2020). 


Tambang batu bara di Kecamatan Lamuru tersebut, idealnya PT Pasir Walannae yang menambang sebagai pemilik izin, tetapi faktanya di lapangan banyak sekali penambang dipihak ketigakan tanpa dukungan surat perjanjian atau kontrak antara penambang dengan PT Pasir Walannae.


Informasi yang berhasil dihimpun, daftar penambang yang menambang di atas izin PT Pasir Walannae adalah Apri, Wawan, Sudding, Ahmad, Bahri, Darfin, Bahrum, dan masih ada lagi yang lain.


Mereka diduga menambang di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Untuk lokasi yang dikerja terbagi dua yaitu bagian Utara dan Selatan. Parahnya, lokasi tambang tidak dilakukan reklamasi.


"Soal galian tambang yang tidak di reklamasi menjadi salah satu fokus penyelidikan. Kan yang namanya menambang setelah mengambil harus diratakan kembali," kata Kasubdit IV Sumdaling Polda Sulsel, AKBP Amir, Minggu (25/10/2020).


Informasi yang dihimpun, sebanyak 12 orang sudah diperiksa di Subdit 4 Sumdaling Krimsus Polda Sulsel yaitu para pemilik izin, manager Edy, Bahrum (pemegang saham), para penambang termasuk operator alat.


"Sudah ada pemeriksaan kepada pihak penambang, dan operator. Termasuk Pak Edy, dan masih banyak yang akan diperiksa," ujarnya.


Mantan Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda itu menambahkan, pihaknya memang fokus penyelidikan, sekaitan apakah ada izin atau tidak, pelanggaran lingkungan hidup, kemudian penyalahgunaan limbah.


Sementara Manager dari Tambang Batu Bara, Edy yang dikonfirmasi tidak merespons. Meski demikian Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bone membenarkan bahwa izin usaha produksi PT Pasir Walannae seluas 199 Ha. Namun, tidak semua bisa ditambang.


"Dari luas lahan tersebut tidak semuanya bisa di tambang. Kalau tidak salah hanya sekitar 13 sampai 17 Ha saja," jelas Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Hidup DLH Bone, Habibi.


Jika merujuk pada data Dinas Lingkuhan Hidup (DLH) Bone. Perusahaan yang menambang batu bara adalah PT Pasir Walennae. Tahun 2016 Pihak dari PT Pasir Walannae telah mengajukan Izin perpanjangan IUP Eksploitasi untuk usaha produksi di Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Sulsel.


Namun hal itu tidak diketahui oleh DLH Bone apakah izin perpanjangannya terbit atau tidak. "Tapi intinya setiap kerusakan yang ditimbulkannya baik dari segi jalan yang dilewati pihak PT Pasir Walannae harus bertanggung jawab memperbaiki hal tersebut karena itu tertuang di dalam dokumen lingkungannya," sebut Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Hidup DLH Bone, Habibi.


Kata dia, tambang batu bara tersebut memang sudah lama beroperasi. Sekitar tahun 2008. Selain itu, juga harus dilihat apakah PT Pasir Walannae ada uang jaminan reklamasinya. Soal itu di Dinas Perindustrian Bone.


"Jika soal pungutan Rp400 ribu itu perlu dipertanyakan dan lagian kita tanyakan juga CSR yang di berikan kepada kedua Desa tersebut," jelasnya. 


Bahkan dari hasil penelusuran Harian Rakyat Sulsel dan Harian FAJAR, ada setoran penambang yang diterima oleh salah seorang warga berinisial 'S' untuk Desa Massenrengpulu, sedangkan untuk Desa Mattampa Walie diduga diterima oleh Kepala Dusun. 


Salah seorang sumber yang tak ingin disebutkan identitasnya mengutarakan bahwa, yang bersangkutan merupakan warga Massenrengpulu yang juga berprofesi sebagai penambang di lokasi tambang batu bara. 


"Disitulah menyetor orang. Saya nda tau apakah digunakan untuk perbaikan jalan," katanya.


Sementara Kepala Desa Massenrengpulu, Batman menjelaskan, keluhan warga apakah uang retribusi itu terpakai atau tidak. Karena ada dua palang. Di Mattampa Walie satu palang, dan di Massenrengpulu satu palang.


"Kalau di sini tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah Desa. Bahkan saya pernah dikasih uang Rp300 ribu, tetapi saya tolak. Yang jelas saya tidak ada sangkut pautnya dengan itu," tegasnya.  (Rasul)


Komentar

Tampilkan

  • Tambang Batu Bara Lamuru Diselidiki Polda, Wartawan Harian Fajar Diancam
  • 0

Terkini

Iklan