Iklan

Iklan

Dibalik Festival Lagaligo, Bertajuk Internasional Berskala 'Lokal'

24 Desember 2018, 9:30 AM WIB Last Updated 2018-12-28T01:27:21Z
Catatan Kecil untuk I Lagaligo

Apa yang ada dibenak anda mendengar kata I Lagaligo ?, bagi Sejarawan ataupun penggiat seni pastinya paham dan berucap ini merupakan harta Karun dunia dimana naskah Lagaligo merupakan naskah terpanjang di dunia yang diakui UNESCO.

Sejatinya, Cerita I Lagaligo ini merupakan fragmen terpanjang di dunia. Ditulis di Makassar sekitar 1852-1858 oleh Colliq Pujié (Arung Pancana Toa), Ratu Tanete dari suatu kerajaan kecil di Sulawesi Selatan.

Naskah ini adalah bagian dari Koleksi Naskah Bugis dan Makassar dari Nederlands Bijbelgenootschap yang sejak 1905 tersimpan tetap di Perpustakaan Universitas Leiden.

Bercerita tentang Naskah Lagaligo. Di Indonesia sendiri pernah dilaksanakan Festival budaya dan Seminar Internasional  I Lagaligo.

Pertama dilaksanakan itu, di Kabupaten Barru kemudian di Kabupaten Luwu. Pelaksananya sendiri hingga kini masih teringat dengan jelas, bagaimana festival ini diolah dengan matang.

Berbeda halnya saat di gelar di Kabupaten Soppeng, Festival yang bertajuk internasional tersebut seperti hambar, dan seakan festival budaya internasional  berskala 'lokal'.

Yah, 'Lokal'. Dimana festival yang menceritakan sejarah kehidupan tentang peradaban masa lalu di Sulawesi Selatan tidak di hadiri Petinggi Negeri ini.

Pemerintah Kabupaten Soppeng yang mensupport kegiatan tersebut dengan menganggarkan milyar rupiah, berharap festival budaya ini bisa menarik perhatian wisatawan luar ataupun lokal untuk berkunjung ke kabupaten Soppeng.

Sebagai tuan rumah dalam festival budaya I Lagaligo, Kabupaten Soppeng tidak dapat menyembunyikan rasa kecewanya.

Terang saja, saat pembukaan festival budaya Internasional I Lagaligo, tidak dihadiri pemerintah pusat/Kementerian Pariwisata.

Tidak sampai disitu, festival budaya ini 'seakan' tidak direstui oleh Pemerintah provinsi yang hanya mengirimkan Asisten I untuk mewakili Gubernur Sulawesi Selatan yang berada di Japan.

Kekecewan Pemerintah Kabupaten Soppeng sangat terlihat saat Penutupan Festival Budaya Internasional di laksanakan di Lapangan Gasis Watansoppeng, Minggu malam 23 Desember 2018.

Bupati Soppeng HA Kaswadi Razak dengan gamblang menyatakan kekecewannya dengan pemerintah baik Provensi dan pusat karena tidak adanya perhatian terhadapat I Lagaligo.
Pembukaan  seminar Internasional di Gedung Pertemuan Wartansoppeng

Meski demikian, dirinya lebih memilih pengakuan dari masyarakat atas kegitan ini dari pada petinggi negeri ini.

Dengan ketulusan yang  dilakukan dan tanpa kehadiran pemerintah Provinsi dan pusat, acara ini bisa terlaksana dengan baik.

Apa yang salah di Festival Lagaligo ? 

Sejumlah isu berkembang menjelang festival budaya internasional ini di adakan di Soppeng. Sejumlah komentar dari masyarakat awam Soppeng menilai bahwa, panitia festival budaya yang dibawa naungan badan promosi daerah Kabupaten Soppeng tidak siap melakukan festival bertaraf internasional tersebut.

Festival Lagaligo yang awalnya akan digelar Oktober 2018, namun Festival yang di gadang-gadang akan mendatangkan keuntungan untuk kabupaten Soppeng dengan mendatangkan pelancong dari manca negara ini diundur di bulan Desember 2018.

Ketidaksiapan Panitia juga diperlihatkan, sejak dibentuknya kepanitiaan Festival budaya Lagaligo pada bulan Februari, dimana sejumlah panitia berbondong-bondong keluar dengan berbagai alasan.

Tidak hanya menyalahkan ketidaksiapan panitia Festival, isu yang berkembang lainnya, adanya kelompok yang ingin menggagalkan ataupun tidak menyetujui Festival tersebut diadakan di Kabupaten Soppeng.

Tidak sampai disitu, isu hoax yang berkembang di media sosial akan terjadi bencana besar jika festival ini diadakan di Kabupaten Soppeng terus mendoktrin penggunaan media sosial,  menjadikan festival budaya internasional ini tidak diminati masyarakat luar ataupun masyarakat Soppeng itu sendiri.

Namun, Festival I Lagaligo di Kabupaten Soppeng sedikit terobati, atas suksesnya seminar Internasional yang digagas Universitas Hasanuddin kerja sama Pemerintah Kabupaten Soppeng, dimana Festival tersebut, melebihi festival sebelumnya yang diadakan di Kabupaten Barru dan Luwu.

Dimana Seminar yang dilaksanakan di Kabupaten Soppeng melebihi jumlah peserta yang telah ditentukan.

Selain itu, seminar ini juga sukses menghadirkan puluhan pembicara nasional dan internasional, di antaranya Marrik Bellen (Belanda), Pudentia (UNESCO), Kartini Nurdin (Yayasan Pustaka), Prof Nurhayati Rahman (peneliti naskah La Galigo) yang juga Dosen Unhas, Makoto Ito (Jepang), Kathryn Robinson (Australia), Campbell Macknight (Australia), Ismail Shukor Malaysia Doughlas Laskowske (Amerika Serikat), Muklis Paeni (MSI Pusat), dan sejumlah Budayawan, Balai Arkeologi dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas.

Yassisoppengi juga terlihat saat sejumlah seniman, Akademisi, tokoh yang mengalir darah Soppeng berbondong-bondong ke Kabupaten Soppeng dengan sukarela mengorbankan tenaga dan waktu untuk mensukseskan acara Festival I Lagaligo III.

Hal itu diperlihatkan saat pergelaran sanggar seni yang dipertunjukkan pada malam hari terbilang sukses menarik perhatian masyarakat, meski sejatinya pergelaran pentas seni itu dibuat untuk di pertontongkan untuk pelancong dari luar, dan sayang hanya dinikmati masyarakat Soppeng. (Red)
Komentar

Tampilkan

  • Dibalik Festival Lagaligo, Bertajuk Internasional Berskala 'Lokal'
  • 0

Terkini

Iklan