Iklan

Iklan

BPJS Kesehatan Cabang Watampone Sosialisasi Perpres No 82 Tahun 2018, Ini Penjelasannya

19 Desember 2018, 3:03 PM WIB Last Updated 2018-12-19T07:03:41Z
RAKYATSATU.COM, BONE - Di penghujung tahun 2018, membawa angin segar bagi implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Pasalnya, pada akhir tahun ini telah hadir Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2018, yang merupakan penyempurnaan payung hukum JKN-KIS BPJS Kesehatan.

Sebagaimana dijelaskan Kepala Cabang BPJS Watampone, Hartono Purba, lewat Konferensi Pers Serentak Implementasi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, di Kopi Tiam, Jl Jenderal Sudirman Watampone, Rabu (19/12).

Hartono Purba menjelaskan, Perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek. Secara umum, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat, seperti pendaftaran bayi baru lahir, status kepesertaan bagi perangkat desa, status peserta yang keluar negeri, aturan suami istri sama-sama bekerja.

"Aturan lainnya yang perlu diketahui terkait Perpres tersebut, seperti tunggakan iuran, denda layanan, aturan JKN-KIS terkait PHK. Nah semua yang perlu diketahui masyarakat khususnya pengguna JKN-KIS BPJS Kesehatan. Sosialisasi lewat konferensi pers ini dilaksanakan secara serentak di Indonesia," jelas Hartono.

Lebih lanjut Hartono menjelaskan, dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018, bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan.

Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepersertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.

"Untuk bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada umumnya, yaitu proses verifikasi pendaftarannya memerlukan 14 hari kalender, dan setelah melewati rentang waktu itu, iurannya baru bisa dibayarkan. Oleh karenanya, kami menghimbau para orang tua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS, agar proses pendaftaran dan penjaminan sibayi lebih praktis," papar Hartono.

Kepala Cabang yang baru bertugas sekira dua bulan di kantor Cabang BPJS Kesehatan Watampone itu, melanjutkan, kehadiran Perpres ini juga membuat status kepesertaan JKN-KIS bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa menjadi lebih jelas.

Kedua jabatan tersebut ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah.

"Perhitungan iurannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya, yaitu 2% dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan 3% dibayarkan oleh pemerintah," ujar Hartono.

Dalam Perpres tersebut dijelaskan pula, bahwa seorang WNI yang sudah menjadi peserta JKN-KIS dan tinggal di luar negeri selama 6 bulan berturut-turut, dapat menghentikan kepersertaannya sementara.

Selama masa penghentian sementara itu, ia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan.

"Jika sudah kembali ke Indonesia, peserta wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat 1 bulan sejak kembali. Jika sudah melapor, ia pun berhak memperoleh kembali jaminan kesehatan. Aturan ini dikecualikan bagi peserta dari segmen PPU yang masih mendapatkan gaji di Indonesia," jelas Hartono.

Apabila ada pasangan suami istri yang sama-sama bekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen PPU oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah maupun swasta.

Keduanya, juga harus membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Suami istri tersebut berhak memilih kelas perawatan tertinggi.

"Jika pasangan suami istri tersebut sudah mempunyai anak, maka untuk hak kelas rawat anaknya, dapat ditetapkan sejak awal pendaftaran dengan memilih kelas rawat yang paling tinggi," ujar Hartono.

Sedangkan untuk tunggakan iuran, Perpres tersebut juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak.

Status kepesertaan JKN-KIS akan dinonaktifkan jika tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan. Status kepersertaannya akan kembali diaktifkan jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak 24 bulan.

"Kalau dulu hanya dihitung maksimal 12 bulan, sekarang diketatkan lagi aturannya menjadi 24 bulan. Ilustrasinya, peserta yang pada saat Perpres ini berlaku telah memiliki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan, maka pada bulan Januari 2019 secara gradual tunggakannya akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakannya mencapai 24 bulan. Ketentuan ini mulai berlaku sejak 18 Desember 2018," jelasnya lagi.

Sementara itu, denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran.

"Ketentuan denda layanan dikecualikan bagi peserta PBI, peserta yang didaftarkan Pemerintah Daerah dan peserta yang tidak mampu. Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan. Jangan lupa, dibalik hak yang kita peroleh berupa manfaat jaminan kesehatan, ada kewajiban yang harus dipenuhi," kata Hartono.

Lanjutnya lagi, peserta JKN-KIS dari segmen PPU yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan tanpa membayar iuran. Manfaat jaminan kesehatan tersebut dieberikan berupa manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

Meski demikian, PHK tersebut harus memenuhi 4 kriteria, yakni PHK yang sidah ada putusan pengadilan hubungan industrial dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial.

Syarat lainnya, PHK karena penggabungan perusahaan, dibuktikan dengan akta notaris. PHK karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepailitan dari pengadilan.

Kemudian PHK karena pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, dibuktikan dengan surat dokter.

"Apabila terjadi sengketa atas PHK yang diajukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka baik pemberi kerja maipun pekerja harus tetap melaksanakan kewajiban membayar iuran sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap," tegas Hartono.

Jika peserta yang mengalami PHK tersebut telah bekerja, maka wajib kembali memperpanjang status kepersertaannya dengan membayar iuran. Kalau tidak bekerja lagi dan tidak mampu, maka selanjutnya ia akan didaftarkan menjadi peserta PBI.

Ia menambahkan, Program JKN-KIS merupakan amanah negara yang harus dipikul bersama. BPJS Kesehatan tidak sapat berdiri sendiri mengelola program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.

"Perpres Nomor 82 Tahun 2018 juga mendorong kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek, mulai dari sisi pelayanan kesehatan, menajemen sistem rujukan, pengawasan terhadap pelayanan kesehatan, koordinasi manfaat, koordinasi penjaminan pelayanan, hingga mengoptimalkan upaya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Program JKN-KIS. Dengan adanya landasan hukum baru tersebut, semoga peran kementerian/lembaga terkait, Pemda, manajemen fasilitas kesehatan, dan stakeholder lainnya yang terlibat dalam mengelola JKN-KIS bisa kian optimal," pungkas Hartono dalam konferensi persnya.  (Rasul)
Komentar

Tampilkan

  • BPJS Kesehatan Cabang Watampone Sosialisasi Perpres No 82 Tahun 2018, Ini Penjelasannya
  • 0

Terkini

Iklan