RAKYATSATU. COM, MAKASSAR – Serum Institute menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Menyikapi Tindakan Anarkisme dan Perkembangan Paham Sosialis di Lingkup Perguruan Tinggi Kota Makassar” pada Senin (1/12/2025) di Hotel Grand Asia Makassar. Acara ini dihadiri ratusan peserta, mayoritas mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Makassar.
FGD tersebut menjadi ruang diskusi terbuka untuk mengamati dinamika gerakan mahasiswa, khususnya terkait menguatnya kecenderungan pemikiran sosialisme di lingkungan kampus. Para narasumber yang hadir berasal dari unsur kepolisian, akademisi, dan pegiat literasi.
Direktur Intelkam Polda Sulsel, Kombes Pol Hajat Mabrur Bujangga, S.I.K., S.H., M.M., menyoroti aspek keamanan serta potensi ancaman yang dapat muncul jika perkembangan ideologi kiri tidak dikelola dengan baik. Ia menegaskan bahwa sosialisme sebagai pemikiran akademik adalah hal wajar, namun menjadi berbahaya jika dipadukan dengan tindakan radikal dan anarkistis.
“Faktor sosial dan emosional kerap menjadi pintu masuk keterlibatan mahasiswa dalam tindakan anarkis. Di sinilah Polri berperan sebagai mitra kampus dengan pendekatan humanis dan preventif,” ujarnya. Hajat juga menekankan pentingnya kolaborasi antara kepolisian dan civitas akademika untuk menjaga stabilitas lingkungan pendidikan.
Dari perspektif akademik, Dosen FISIP Universitas Hasanuddin, Dr. Hasrullah, M.Si., memaparkan akar gerakan anarkisme serta perubahan pola mobilisasi mahasiswa yang kini sangat dipengaruhi algoritma media sosial. “Platform digital mengubah cara mahasiswa bergerak, berjejaring, dan menyebarkan wacana,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unismuh Makassar, Dr. M. Alfian Rendra Anggoro, M.M., menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang tetap menjunjung etika demokrasi. “Aspirasi harus disampaikan secara damai dan elegan, tanpa merusak nilai moral akademik,” tegasnya.
Akademisi UIN Alauddin Makassar, Prof. Firdaus Muhammad, mengingatkan perlunya mahasiswa mengklarifikasi isu-isu yang menyeret nama gerakan mahasiswa dalam berbagai tindakan kericuhan. Menurutnya, tidak semua tindakan anarkis yang terjadi di masyarakat dilakukan oleh mahasiswa. “Sikap yang jelas dan komunikasi publik yang baik penting untuk menjaga citra gerakan mahasiswa,” ujarnya.
Pegiat literasi, Rusdin Tompo, menambahkan bahwa gerakan mahasiswa harus dibangun di atas tradisi literasi dan analisis kritis. “Kemampuan membaca konteks sosial dan merumuskan narasi advokasi yang konstruktif penting agar gerakan tidak mudah terseret polarisasi ekstrem,” jelasnya.
FGD ditutup dengan dialog interaktif yang berlangsung dinamis. Peserta tampak antusias bertanya dan berbagi pandangan mengenai pergerakan mahasiswa di era digital. Penyelenggara berharap forum ini menjadi ruang refleksi bersama agar kampus tetap menjadi lingkungan yang aman, kritis, dan produktif tanpa terjerumus pada tindakan anarkis.
Dalam forum tersebut juga disinggung bahwa Makassar kini menjadi salah satu episentrum gerakan mahasiswa di Indonesia Timur, dengan beragam ideologi seperti sosialisme, neoliberalisme, hingga kapitalisme yang berkembang di lingkungan kampus. Kecenderungan aktivisme mahasiswa yang kerap mengabaikan identitas gerakan di lapangan disebut menjadi salah satu pemicu tindakan anarkis. Karena itu, pemikiran kritis mahasiswa perlu diarahkan melalui kajian akademis dan kolaborasi dengan aparat penegak hukum.
Kombes Pol Hajat Mabrur Bujangga menambahkan bahwa ia berencana mengangkat isu ini dalam tesis atau disertasi di bidang komunikasi publik, dengan fokus pada deteksi pergerakan mahasiswa di Makassar melalui peran civitas akademika di berbagai kampus.(Ikhlas/Amd)
