Jum'at 8•08•2025

Iklan

Iklan

Teologi Wasatiyyah, Jalan Tengah Hadapi Radikalisme dan Kekakuan Berpikir

10 Juli 2025, 3:09 PM WIB Last Updated 2025-07-10T07:09:28Z

 

Sidang Senat Terbuka Luar Biasa Pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Andi Aderus, Lc., M.A.,

RAKYATSATU.COM, Makassar, — Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof. Dr. Andi Aderus, Lc., M.A., menyatakan bahwa pendekatan Teologi Wasatiyyah atau teologi moderat merupakan solusi strategis dalam menjawab krisis spiritual dan ideologis yang ia sebut sebagai “bencana teologis”.


Pernyataan ini disampaikan Prof. Aderus dalam Sidang Senat Terbuka Luar Biasa Pengukuhan Guru Besar, Rabu (9/7/2025), di Auditorium Kampus II UIN Alauddin Makassar. Dalam orasi ilmiahnya, ia menyoroti urgensi pendekatan keagamaan yang inklusif dan moderat di tengah tantangan kontemporer.


Menurutnya, bencana teologis adalah bentuk krisis keagamaan yang daya rusaknya bisa melebihi bencana alam. Dampaknya tidak hanya sosial, tetapi juga lintas generasi dan mengancam stabilitas ideologis masyarakat.“Bencana teologis memicu perpecahan, kekerasan atas nama agama, dan membekukan nalar keagamaan. Ini ancaman jangka panjang terhadap peradaban,” ujar Prof. Aderus dalam pidatonya. Ia merujuk pada sejarah panjang umat Islam yang berkali-kali menghadapi krisis serupa, seperti gerakan ekstremis Khawarij, konflik berkepanjangan antara Sunni dan Syiah, hingga kekakuan berpikir akibat taqlid buta.

Prof. Aderus mendorong agar umat Islam, khususnya di Indonesia, kembali meneguhkan prinsip Wasatiyyah, yaitu ajaran Islam yang adil, seimbang, inklusif, dan tidak ekstrem. Pendekatan ini, menurutnya, bisa menjadi basis kuat dalam membangun masyarakat yang damai dan kohesif. “Wasatiyyah bukan sekadar moderasi, melainkan fondasi teologis bagi kehidupan beragama yang harmonis dan beradab,” tegasnya.


Dalam orasinya, ia menyebut beberapa tokoh Islam yang mewakili semangat Wasatiyyah, seperti Abu Hasan al-Asy’ari, yang mengambil posisi tengah dalam perdebatan teologis, Imam al-Ghazali yang memadukan fikih dan tasawuf, serta Muhammad Abduh, pembaru pemikiran Islam dari Mesir yang melawan dogmatisme dan stagnasi intelektual.


Ia juga menyinggung peran Imam al-Syafi’i dalam menyelaraskan pendekatan tekstual (nash) dan rasional (ra’yi), yang dinilainya sebagai landasan penting dalam pengembangan fikih secara proporsional. Menutup orasinya, Prof. Aderus menyerukan perlunya mengarusutamakan pendekatan Wasatiyyah dalam berbagai lini, mulai dari dunia pendidikan, dakwah, hingga kebijakan publik.


“Kita tidak bisa hanya berbicara moderasi sebagai wacana. Wasatiyyah harus ditanamkan sebagai kesadaran kolektif, dari kampus hingga ruang digital,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa tantangan ke depan bukan hanya radikalisme dan intoleransi, tetapi juga krisis identitas yang menggerus akar kebudayaan dan keberagamaan umat.( Ikhlas/ Azhar)

Komentar

Tampilkan

  • Teologi Wasatiyyah, Jalan Tengah Hadapi Radikalisme dan Kekakuan Berpikir
  • 0

Terkini

Iklan