RAKYATSATU.COM, MAKASSAR - Bagi mereka yang mengenal sosok Abraham Samad, tentu tidak terkejut melihat komitmen dan idealismenya yang tetap konsisten dalam mewujudkan agenda Reformasi 1998. Abraham bukanlah orang baru dalam perjuangan itu. Ia adalah bagian dari barisan advokat pejuang reformasi di Makassar yang sejak awal dengan lantang meneriakkan “Tumbangkan Orde Baru!”.
Saya meyakini bahwa Abraham Samad bukanlah pribadi yang membenci Presiden Jokowi secara pribadi. Yang ia kritik adalah indikasi kerusakan sistem demokrasi akibat tata kelola pemerintahan di era Jokowi yang dinilai menyimpang dari prinsip-prinsip ketatanegaraan. Termasuk, misalnya, dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Presiden terpilih—isu yang hingga kini menjadi polemik di tengah masyarakat.
Sebagaimana diketahui, salah satu syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden adalah memiliki pendidikan minimal SLTA atau sederajat. Artinya, keaslian ijazah sebagai bukti syarat administratif harus dapat dibuktikan. Polemik mencuat ketika Jokowi disebut-sebut mengaku sebagai sarjana kehutanan, namun ijazah S1 tersebut dipertanyakan keabsahannya karena diduga tidak melalui proses administrasi perkuliahan yang semestinya.
Atas dasar inilah, laporan terhadap Abraham Samad yang didasarkan pada tudingan pencemaran nama baik atau penyebaran berita bohong, seharusnya terlebih dahulu didudukkan secara objektif: apakah ijazah Presiden Jokowi memang sah secara hukum dan administrasi? Jika keabsahan dokumen tersebut belum dipastikan, maka laporan terhadap Abraham Samad tidak memiliki dasar yang kuat secara hukum, terutama dari sisi legal standing.
Apalagi jika laporan tersebut diajukan bukan langsung oleh Presiden, melainkan oleh pihak lain. Maka sesuai prinsip due process of law, pelapor harus dapat menunjukkan surat kuasa resmi dari Presiden agar laporan tersebut sah secara formil. Tanpa itu, proses hukum dikhawatirkan hanya akan menjadi alat kriminalisasi terhadap orang-orang yang kritis terhadap kekuasaan.
Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kebebasan berpendapat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Karena itu, menurut pandangan hukum, tidak ada unsur tindak pidana dalam pernyataan atau sikap yang disampaikan oleh Abraham Samad. (Ikhlas/Amd)